Kamis, 28 Mei 2015

Rotate and Make Targets

So you can't stop shopping. 

It's normal.  For a while.  Until you realize how many stuff you get in your wardrobe. Then you think your shopping habit is abnormal.  You were left there with pile of clothes.  PILES. Maybe. You are confused because you wear anything similar everyday but when you open the wardrobe, you have so many to wear!

That's why we have to ROTATE.  Do the rotation. Use up everything you have.  Exception for party dresses or something.  Hahaha.  You're not wearing them to the nearest vegetable market, right? ;) 

I've done this with full consciousness for a month.  And, my fashion life has become better.  More efficient. And I save a lotta money if you'd like to know! :D It's like renewing all items in my wardrobe. It will make you more creative.  

So there's no reason to postpone the rotation program, right? Rotate, mix and match, take your time.  Love everything you own.  Donate or sell unused items to let some space empty.  Not to fill the area again. To boost your fashion ideas. 

Happy Thursday.  Thanks God tomorrow is Friday! ;) 






Minggu, 24 Mei 2015

Happy House Empty Trash Bin

First, let me take a selfie. OH. I'm kidding. Hahaha.
Okay, have you ever feel frustated with trash bins? I mean, you looked at your bin and gasped after seeing HOW MUCH RUBBISH INSIDE THE THING. It's like...Dude, what did I throw yesterday? What I throw everyday? Why I am so 'nyampah'?

Yeah. That's the world. The world postmaterialism.  Junks everywhere.  In every corner of our houses. Even somewhere on the display rack. We actually have pre-junk!

You know the best way to make yourself feel better? REDUCE. REUSE. THINK. I really mean think.  Where's 'RECYCLE'? It is good, too.  But for you, Indonesian Citizen Darlings, maybe we haven't found an easy access to the recycling machine / company / organization.  Right? That's why I didn't mention it in those 3 important words.




REDUCE. 
The most familiar word in the Earth issue. But do you get the REAL philosophy of it? 
"Oh, do you mean reducing plastic bag?"
Not JUST that. Yes, please reduce using it. Don't be hesitated to say 'no thanks' to the cashier attendant. BUT first thing first, don't you think we should reduce the purchase, too? 

What to do with 1 dozen of lip balm jars and sticks? You shall just sell it, not using it! And you can use Virgin Coconut Oil instead, you know.  An enormous bottle of it for months. No toxic. Literally moisturizing. Lip balms are addictive products. They dry your lips even more SO YOU WILL BUY ANOTHER. Selling trick. Clever. 

And with Virgin Coconut Oil, you use it for lips + face + body. As a moisturizer. To add to the sugary scrub. To deep clean your skin. Even to be digested and it's oh-so-healthy. It's definitely local, delicious, aromatic, and useful. What else do you want? :D

Should you buy 3 packs of bottled water everyday? Hey, there's a dispenser out there.  And water filter if you trust the machine.  Instead of givin' away bottles easily to the bin (actually, to the SEA) without guilt, we can change the lifestyle.  BRING YOUR TUMBLER. If you already feel the guilt forever before reading this but still buying bottles, DO IT NOW.  SWITCH. SWITCH! Sea gulls and turtles and fishes and everyone need our help!

You need to buy new clothes everyday? Think again. Do you don't.  You're probably just bored. Bored of what? The same clothes you take all the time because they are the only options? Ah, I think you are just too lazy to rotate and mix-match your wardrobe.  You can do it.  You HAVE TIME for that.  Actually.  Society manipulates us to be quick and busy.  Meanwhile we're not that hectic every single time, right? 

REUSE.
Not every item is reusable.  You won't ever reuse a plastic wrap of your batagor, right? Hahaha. I know. I won't, either.  Yuck.  
But, okay, if you find anything reusable, would you love to take a look at it and think for a minute? Cereal boxes may become a handmade notebook.  Even a juice box are decorate-able and will be your next pencil case.  Plastic bottles from shampoo? Hmm, you may use them to keep some liquid materials in a smaller version like...liquid detergent. ;) 

I don't suggest using shampoo, though.  If possible, please change to shampoo bars. Or just a soap bar. Make sure to try avoiding palm oil. Nice try. :) 
PLEASE NOTE: You'd need a vinegar after washing your hair with soap substance. 

Back to the REUSE.
Another items you can reuse? Plastic fork / spoon a cafĂ© gave you away. Wash and bring them home or office. Or studio / workshop/ whatever you call it. Then you have emergency eating tools! 

The rest of it, use your creativity and EFFORT.  Folks. Don't use your effort to judge people, to modify a story and turn it into a pretty hot gossip. To do bad things. To kill an ant. No. Effort is needed for good things, okay? :D 

THINK.
The root of everything. Got it? We think, so we stop purchasing useless items. We think, therefore we'll be trapped in a pile of junks in your house.  WE THINK, because it'll be too hard to think of the way to skip these manners or to think about the possibility of moving to another planet. We think and combine it with effort. Let's be a thinker. It may be tiring for a while but it won't last. You'll adapt to the new lifestyle. Love you, folks. :)





Rabu, 13 Mei 2015

Rotasi Planet Saturnus

 

Selamat siang! :)
Kita masih cuap-cuap soal perbajuan kan kemarin? Sip. Sekarang, kita urai satu-satu tips-tips lucu buat membuat bosan-bosannya kita makin berkurang!

Kalau kemarin urusannya merombak dan memadupadankan, kali ini satu hal yang juga penting:


ROTASI. 

Kenapa mesti segede gitu hurufnya? Biar afdol dan menghantui pikiran. Haha.
Rotasi artinya Bumi berputar pada porosnya...eh, gini, intinya sih berputar.  Berapa banyak sih, baju yang kita punya? Masa kita kehabisan? Tiap minggu sudah mengenakan baju-baju yang sama terus? Kebanyakan pengulangan? 

Nah.  Artinya kita kurang rotasi! Apa yang dirotasi? Baju-baju kita.  Hayo, seberapa sering kita cuma ngambil baju paling atas di lemari? Pasti banyak yang kelakuannya gini deh. Hihi. Memang praktis dan cepat, tapi itulah sumber kebosanan utama kita.  Padahal mungkin di bawah baju itu-itu lagi masih ada puluhan potong pakaian lain yang dapat menyemarakkan hari-hari. *ciee

Kalau kita memang selalu mengenakan empat-lima jenis baju yang sama berbulan-bulan, artinya kita menelantarkan seonggok baju lain yang ceritanya mau kita pakai.  Kasihan kan.  Sayang banget. Coba deh, setelah mencatat punya apa saja, mulai lebih rajin menukar tumpukan. Variasikan warna-warna yang kita miliki. Benda yang jarang dipakai, dikeluarkan dan dipakai! Siapa tahu menguak kreativitas (karena katanya kalau kita mendobrak rutinitas, bisa memicu jadi kreatif).  
Dari situ, kalau mau mendata benda tak terpakai, bakal lebih mudah! Alhasil, nggak akan keseringan belanja! :D 







 Siap untuk rotasi pakaian mulai hari ini? Mari! 





Sabtu, 09 Mei 2015

Abaikan Bosanmu


"Lemari bajuku sumpek banget.  Banyak baju nggak terpakai, dobel-dobel nggak keruan. Aku bosan sama koleksi ini.  Pingin ganti beli baru, ah!"

Hmm, itu kalimat yang sangat ironis! Katanya lemarinya sumpek, penuh, tapi mau nambah lagi? 

"Aku jual aja yang udah bosen. Atau sumbangin. Hampir seisi lemari!"

Yakin? Nggak pingin coba cek dan data ulang baju-baju yang dimiliki dan runut dulu mana yang masih kita sayang, yang tidak layak sumbang atau jual, atau yang memang bisa dijual? Nanti nyesel lho. 

Hihi, itu percakapan yang lucu. Terjadi antara emosi dan logika saya.  Tahun lalu, saya mulai membuat garage sale di Instagram. Sebelumnya, saya pernah menjual barang-barang saya di acara teman.  Biasanya, setahun sekali, saya sekeluarga juga mengumpulkan baju-baju paling mubazir dan mendonasikannya lewat lembaga-lembaga.

Tapi saya merasa agak salah kaprah.  Masalahnya, saya nyumbang bukan karena betul-betul pingin ngasih baju ke orang.  Saya jual bukan betul-betul biar punya uang dan nabung.  LEMARI BAJU SAYA PENUH.  Masalah klasik? Bukan klasik lagi.  Barok. :p

Kalau lemari saya penuh dan kondisi saat itu: sedang pingin baju baru, saya menjual atau menyumbang supaya punya space buat menampung yang baru. Dodol deh. Atau setidak-tidaknya, ada uang buat beli baju baru dan alasan kalau beli adalah 'kan yang itu sudah dijual, boleh beli gantinya dong'. Entah kapan, saya menyadari betapa saya terjebak dalam lingkaran materialisme ini.  Jual-beli-buang. Jual-beli-buang.  Terus saja begitu dan roda industri semakin bergerak.  Mending kalau roda industri ini hemat energi.  Kebanyakan sih tidak begitu. Dan saya harusnya mendukung roda industri lokal. Tapi saya malah...ah, lupakan.

Dibarengi kekacauan prinsip dan merasakan himpitan materi di kota, saya pun memulai sebuah kebiasaan bulanan: mencatat apa yang saya punya di lemari.  Lumayan penting. Saya bisa memeriksa apa yang sudah jarang dipakai dan bisa dikeluarkan dari lemari, atau yang dapat dijual.  Saya periksa mana yang ganda dan satunya mubazir, mana yang sudah buluk, mana yang harus disimpan atas dasar nilai sentimental, juga mana yang investasi jangka panjang.

Kalau dikumpulin dari tahun 2012, begini penampakan data busana saya: 



Berkat pendataan sok iye ini, saya bisa melacak baju-baju yang sering dipakai, jarang disentuh, atau bahkan cuma tenggelam di dalam laci lantas terlupakan.  Haha! Kemudian, kalau ada yang bisa dijual, saya tulis supaya inget.  Jika sudah pergi dari lemari, ya dihapus dari daftar.  Makanya saya bikin pakai pensil. :D 

Tapi masalah terpenting juga, saya menyadari bahwa kita sudah tak terbiasa dengan kebahagiaan memiliki sebuah benda kesayangan dan merawatnya dengan maksimal. Saking massalnya produksi garmen, baju, produk jadi, tas dan sepatu, dan sebagainya, kita menggampangkan.  Kita menghilangkan 'nyawa' barang-barang.  Kalau rusak, kita yakin ada gantinya.  Kita tak peduli lagi benda itu rusak atau kenapa kecuali kalau harganya mahal.  Tapi kita pasti cuma agak konsentrasi untuk benda tersebut selama maksimal 6 bulan pertama.  Sisanya, kita akan mulai cuek.  (dan yang sedih, hewan peliharaan pun diperlakukan seperti ini kadang-kadang) 

Gara-gara pendataan, saya jadi sayang sama tiap helai baju yang saya miliki.  Merawatnya sesuai petunjuk, supaya jangka hidupnya panjang.  Bak baju-baju vintage. Saya punya empat produk vintej produksi Jepang, tidak tahu umur persisnya--mungkin 10 tahunan lebih.  Ada yang dikasih, ada pula yang saya beli sendiri.  Yang saya amati sih, kualitasnya jauh lebih baik dan tampak akan awet dibanding produk sekarang.  Setidaknya kalau perbandingannya produk massal, ya.  Produk massal itu banyak yang bahannya ringkih.  Misalnya sifon. Kain ini kan agak rapuh.  Beberapa jenis poliester juga gampang berlubang.  Kalau katun dan kaus, harus jaga-jaga supaya tidak melar. Tapi, lihat, bahkan saya ngelantur gini, tanpa sengaja menjelaskan bahwa semuanya tergantung tangan kita. Kalau kita cukup bijak merawat keutuhan baju kita, kreatif memadupadankan, mana mungkin kita bosan dengan baju kesayangan? Lagipula buang-buang baju sembarangan, menyesaki Bumi! 

Kemarin, saya baru memotong & jahit bagian lengan salah satu blus vintej yang lengannya panjang dan agak longgar di bagian pergelangannya sehingga agak repot.  Bahannya juga agak gerah, sehingga sebagai blus lengan panjang, agak terlalu deh. Mana sekarang cuaca labil.  Dingin-dingin pakai ini bisa tiba-tiba tengah harinya cerah.  Berkat kekutungannya, sekarang dia lebih mudah dipadupadankan! Lebih sesuai untuk daerah tropis juga.  :)) 



Berbekal satu potong blus, kita bisa membuat 3 tampilan berbeda.  Nanti hukumnya berlaku untuk sepotong rok, kita dapat berkreasi sebanyak 4 gaya, misalnya.  Tambahkan aksesoris yang kamu suka dan sesuai mood.  Hebat! 

Menurut saya sih, kreativitas gini mampu mengerem niat belanja, lho.  Mendadak kita malah fokus menyesuaikan ini dan itu dan lupa mau nambah barang.  Jadi kita nggak lagi ngotor-ngotorin Bumi gara-gara rakus belanja!  :D 

Ya, seperti pembalut kertas dan kain.  Karena yang kain harus kita simpan dan cuci rawat sebaik-baiknya, kita jadi mengurusnya.  Alhasil kita mengurangi limbah, kan? ;) 

Gimana? Saya pingin tahu berapa besar semangat kalian menyiasati siklus materialisme yang ngawur.  Apa kalian suka bikin garage sale? Atau punya saluran sumbangan baju? Atau kalian suka modifikasi pakaian? Kasihtau saya di komentar, ya! 

Catatan tambahan : harap jangan setrika dan cuci mesin baju dalam, oke? 


Jumat, 08 Mei 2015

Transformasi Kertas ke Kain

Selamat sore / pagi / siang / malam / subuh! Yak, langsung lanjut ke urusan pertama perbaikan Bumi kita ya.

Topik ini asyik nih.

Asyik? Yap. Judulnya: Kehidupan yang Diubahkan. Hahahaha! Bukan, saya bukan mau ngasih kesaksian hidup yang epik, atau kisah drama bagai novel mendayu.  Ini cuma mau bahas pembalut kain.





PEMBALUT KAIN.

Seriusan.  Cuma itu.  Benda ajaib yang sepintas seakan cuma bikin kita balik ke zaman nenek-nenek.
Kenapa bukan bicarain pembalut kertas inovatif yang teknologinya makin aduhai? Ada wanginya, nggak tembus kanan, kiri, ada desain bunga-bunganya, dan sebagainya? Karena saya lagi nggak mau ngomongin calon limbah-waktu-singkat.  Iya kan, kita cuma pakai beberapa jam, lalu kita buang. Degradasinya ratusan tahun.  Udah, udah, tetep aja saya omongin. :p

Sebagai pembuka, itu saya beri foto samudera yang bersih di pinggir pantai Desa Nyanyi untuk tahu tujuan kita: laut bersih, Bumi bernafas lega.  Aslinya, di daerah laut tersebut banyak sampah bertebaran. Sedih kan? Bayangkan kalau zona kecil yang cling itu ketularan ketiban limbah seabreg...

Nah. Seperti yang sudah saya kasihtau di posting ini, sejak 2013 awal, saya mengganti pembalut kertas dengan yang kain.  Alias cloth menspad.  Demi apa? Baca ulasannya di posting yang itu, deh. :D

Kenapa saya bahas lagi? Supaya cewek-cewek Indonesia makin berani ganti? Iya.  Simpel kan? Tapi saya akan cerita dulu agak panjang tetap petualangan mengenakan pembalut kain yang akan mengubah akhlak, jiwa, dan raga. #pfft

Oke. Pertama-tama, ketahuilah bahwa memakai pembalut kain itu...RIBET. Asli.  RIBET.  Saya nggak bohong.  Harus dicuci bersih, dijemur, kalau musim hujan nggak kering-kering, cucinya harus pakai substansi tertentu biar nggak rusak.  Dilarang setrika.  Kalau nodanya nggak bersih-bersih putus asa...ya, pokoknya ruwet.

Tapi kepusingan itu, kalau kalian konsisten, bakal bertahan cuma dua-tiga bulan pertama.  Maksimal 7 hari sebulan doang.  Dan mungkin 2-3 hari saja dalam periode dapet kita.  Karena yang rumit kan hari-hari pertama ketika 'sedang banyak-banyak'nya. :D

Saya pun gitu.  Bulan pertama antusias.  Eh nggak tahunya cucinya susah.  Hmm, ada merek-merek tertentu yang cucinya lebih mudah, tapi tetep aja kalau isinya banyak, butuh waktu lebih lama.

Cuma gini.  Lama-lama, kalian akan mulai bisa ngikuti irama tiap pembalut.  Kayak saya, kalau lagi banyak di hari-hari awal, selalu pilih yang Cluebebe dan GreenNappy.  Mereka cukup besar dan mudah dicuci.  Nanti kalau sudah medium, pakai Baby Oz dan Kiss yang bisa ditambahin lapisan kedua kalau ternyata banyak atau lama dipakainya.

Untuk dibawa ke mana-mana, saya pilih yang mungil, tipis, dan gampang dicuci.  Yaitu merek Ziggie-Zag. Total pembalut kain saya ada 9 biji dan itu lebih dari cukup.  Jumlah tersebut saya perhitungkan berdasarkan cuaca.  Kalau musim hujan, otomatis lama keringnya.  Jadi perlu cadangan.

Yang mesti dicatat: sejak pakai pembalut kain, jadwal 'dapet' saya stabil. Kalau biasanya agak geser sana-sini dan lama banget, sekitar 4-5 hari masih agak banyak, sekarang sih, 2 hari pertama banyak, sisanya dikit dan selesai di hari ke 5.  Dengan konsisten tiap bulan.  Asli.  Dan tidak ada rasa tak nyaman secara fisik.

Nah, kalau kalian ribet di awal, itu wajar.  Transformasi apa sih yang gampang? Belajar buang sampah di tempatnya aja mesti dibiasakan selama sepuluh tahun pertama dalam kehidupan seorang bocah.  Karena kita sudah besar, ya semoga lebih mudah terbiasa pakai cloth menspad. :)

Oke.  Sejak pakai pembalut kain, sifat saya agak berubah, sih.  Bukan jadi nggak sabaran karena pas dapet ribet, tapi, saya punya tanggung jawab lebih. Sehingga saya mengenali diri saya lebih daripada sebelumnya. Saya tahu kapan saya akan 'dapet' dan selalu mempersiapkan diri.  Saya jadi sayang sama badan sendiri.  Terpancing untuk hidup lebih sehat, lebih kalem, lebih bijaksana.  Kalau dapet, saya mengatur waktu lebih baik agar punya tempo untuk mencuci. Bahkan hal ini merembet ke hal lain.  Nanti kita obrolin di posting-posting berikutnya. ;)

Terus, yang paling penting dari segala racauan ini, sampah harian bulanan kita berkurang jauh! Bayangkan kalau dalam 7 hari kita menstruasi, memakai pembalut kertas biasa. Misal 3 hari pertama, tiap harinya kita memakai 4 pembalut (dihitung kalau ganti, ya!).  Kemudian di sisa hari, anggaplah 4 berikutnya, kita membuang 2 pembalut per hari. Nah, total yang kita habiskan setiap bulan: 12 + 8 = 20 bongkah pembalut.  Okelah, kalau kita bukan tipe gonta-ganti tiap beberapa jam, mungkin 6 + 8 = 14.  Tetap saja banyak! Belum plastik pembungkusnya yang tebal itu.  Dan kalau buang pembalut kan kita bungkus lagi pakai koran dan keresek. Kira-kira kita membuang sampah seukuran pesawat telepon jadul tuh tiap bulan.  Materinya plastik, kertas, dan gel penyerap (tergantung merek). Alias menambah potensi kasus penyu/ paus/ lumba-lumba keselek di laut. Masih tega ngebayanginnya? Daaaan...uang kita melayang ke mana tuh setiap bulan? Beli barang yang kita buang juga ujung-ujungnya? 20.000an setiap bulan, setahun keluarin uang 240.000 buat dibuang? :p

Sementara, jika punya pembalut kain, mungkin sekali beli misalnya 4 buah, kita akan menghabiskan sekitar 120.000 Rupiah. Harga beda-beda tiap merek. :) Tetapi, 120.000 itu berlaku untuk dua-tiga-bahkan empat tahun! Atau lebih kalau kalian merawatnya dengan baik, bisa lebih dari lima tahun. Pembalut kain saya, umurnya sudah jalan 3 tahun dan sangat bagus kondisinya. ;)  Kita tidak buang sampah epik selama bertahun-tahun setiap bulan, dan hemat.  Plus lebih sehat.  Ya ampun, kurang apa lagi? :))

Oke, saran saya untuk wahai kalian yang baru memulai atau sudah rencana memulai perubahan: TAKE IT EASY. Jangan ngoyo dan kacau balau sama emosi.  Saya juga nggak langsung sempurna lho.  Bulan-bulan pertama, saya masih selang-seling sama pembalut kertas.  Kalau lagi nggak keburu nyuci, saya pakai pembalut kertas. Hihihihi.  Dulu manajemen waktunya buruk. Dan kalau pembalutnya nggak kering, saya juga beralih.  Lama kelamaan, saya tidak lagi membeli pembalut kertas.  Iya! :D Jangan takut buat nggak menyiapkan pembalut kertas di rumah.  Bahkan ketika bervakansi.  Sudah dua kali saya liburan dan dapet pas di tempat.  Singapura dan Bali. Selama ada kamar mandi, sabun cuci, dan berdiskusi dengan teman pergi kita bahwa kita akan menjemur pembalut, kita bakal selamat!

Nah, karena hari sudah siang, kita jeda dulu di sini.  Postingan berikutnya, yip yip, kita obrolin hal-hal baik lainnya. :) Silakan mulai lihat-lihat toko pembalut kain (dan cloth diaper bagi para ibu) dan putuskan untuk punya 3-4 sebagai awal.  Atau langsung stok 7 boleh. Betulan untuk dipakai menggantikan pembalut kertas, lho, bukan gaya-gayaan doang atau lapar mata! :D

Selamat Hari Sabtu! ;) 









Citraramya dan Obsesi Mewujudkan Masyarakat Bumi yang Baik





Abaikan judul di atas.  Pokoknya gitu deh.

Kita tahu kan betapa doyannya manusia belanja? Terutama kaum perempuan.  Wih, luar biasa. Kenapa, ya? Dari mana titik balik hingga manusia jadi matre nggak keruan gini? Sejak revolusi industri dan pemberlakuan sistem kapitalis?
Tidak ada yang tahu persis.  Tapi karena sifat dasar manusia itu agak tamak dan suka memiliki, maka begitu iklan-iklan memancing, standar hidup berubah, manusia berevolusi jadi penggemar benda.
Benda? Yap.  BENDA.  Kamu penggemar Backstreet Boys, bukan benda? Ya, itu mah urusan lain, Neng. :))

Gini, tidak sadarkah kita, betapa kita dididik dari kecil untuk PUNYA UANG?  Iya, kita bukan diberitahu orang tua untuk ‘sekolah dan bersenang-senang’, melainkan ‘sekolah supaya punya bekal masa depan’.  Sayangnya, ‘bekal’ yang dimaksud bukanlah kotak isi makanan yang sehat bergizi itu, melainkan ‘kemampuan bekerja’.  Atau sebut saja kompetensi. 
Kompetensi digunakan buat apa? Kerja! Kerja mengarah ke ‘menghasilkan’.  Menghasilkan uang.  UANG.  Nah, uangnya? Buat beli barang! Simpel banget kan hidup kita selama ini. Ikuti jalur, nanti punya uang. 

Tapi bayangkan ada tiga milyar orang jalur hidupnya sesederhana itu, semua berlomba-lomba punya uang dan barang yang bagus dan banyak.  Keren? Keren pasti di mata kita.  Cuma, keren nggak kalau melihat sudut rumah ditumpuki banyak barang mubazir? Nah, itu bagian paling ironis.  Nanti karena mubazir, benda-benda tersebut dibuang. 

Rumusnya gini:
uang = barang / barang – pemakaian = mubazir / benda mubazir = limbah / limbah = Bumi jadi korban //

Jadi tahu kan, ujungnya ke mana? :p Kalau kita bablas beli semua yang ingin kita miliki hanya dengan emosi, pertimbangan bahwa ‘saya kerja demi ini semua’, dan ‘demi gengsi’, kita sedang menggerus kesehatan Bumi kita.  Ya, karena kalau kita beli banyak, kita mendorong banyak perusahaan manufaktur besar untuk terus mencuci otak kita dengan produk-produknya yang massal dan sayangnya, kebanyakan yang massal kurang oke kualitasnya. :)
Kalau kurang oke kualitasnya, bukankah kita akan membuangnya karena kecewa? Atau kalau kasusnya, misalnya, makanan yang serba sintetis, bukankah itu tidak baik untuk kesehatan kita juga?

Terus gimana?
Keluar dari lingkaran materialisme yang besar memang bukan hal mudah.  Saya juga ketua penangkaran tapir, saya pun mendapat uang dari hasil menjual kerajinan tangan.  Kita memang sudah hidup sebagai pembeli-penjual-distributor.  Bukan masalah.  Itu cara kita hidup di abad ini.  Saya tidak menyuruh semua pedagang berhenti berusaha, dan tak akan menyetop segala perputaran ekonomi dunia. Itu terlalu ekstrim.

Tetapi, setidaknya, kita mulai dengan mengubah mental kita.  Kalau istilah Pak Jokowi, Revolusi Mental.  Coba dengan beres-beres di rumah sendiri dulu. Pilah benda-benda paling mubazir dan keluarkan itu dari rumah.  Kita akan punya lahan kosong di sana.  Begitu punya area tersebut, ubahlah pemikiran untuk mengisinya lagi dan lagi.  Nikmati kekosongan itu.  Atau kalau nggak tahan banget perlu ngisi, isi dengan tanaman! Serius. TANAMAN! Kaktus, kek, palem kek, bunga cantik, jamur, gitu.  Apa saja boleh.  Pokok jangan benda mubazir yang nanti dibuang lagi.  Itu jebakan Batman.  Itu bukan langkah keluar dari lingkaran.

Tahap selanjutnya, saya akan bahas mulai bulan ini secara berkala.  Seluruh rumah kalian akan diomongin satu persatu.  Mudah-mudahan menyelamatkan Bumi dan karena kita semua memang masih butuh uang, membuat roda finansial pribadi lebih stabil! :)

Jadi intinya, posting ini adalah intro untuk musim baru di Citraramya.  Obrolan tentang kosmetik masih akan ada.  Tapi karena saya sadar bahwa blog ini segmennya perempuan, mari kita sebagai kekuatan penggerak masyarakat, mulai membuat perubahan-perubahan kecil yang memperbaiki segalanya.  Kualitas hidup kita, sampai ke kancah masyarakat. 

Oh iya, dan saya bikin dalam Bahasa Indonesia supaya lebih seru. Ini juga revolusi mental.  Kalau membahas make up, saya mungkin tetap pakai Bahasa Inggris.  Tetapi, berhubung musim baru ini lumayan detail, lebih nyaman membaca Bahasa Ibu, kan? ;)

Sampai jumpa di posting berikutnya! :D