Jumat, 08 Mei 2015

Citraramya dan Obsesi Mewujudkan Masyarakat Bumi yang Baik





Abaikan judul di atas.  Pokoknya gitu deh.

Kita tahu kan betapa doyannya manusia belanja? Terutama kaum perempuan.  Wih, luar biasa. Kenapa, ya? Dari mana titik balik hingga manusia jadi matre nggak keruan gini? Sejak revolusi industri dan pemberlakuan sistem kapitalis?
Tidak ada yang tahu persis.  Tapi karena sifat dasar manusia itu agak tamak dan suka memiliki, maka begitu iklan-iklan memancing, standar hidup berubah, manusia berevolusi jadi penggemar benda.
Benda? Yap.  BENDA.  Kamu penggemar Backstreet Boys, bukan benda? Ya, itu mah urusan lain, Neng. :))

Gini, tidak sadarkah kita, betapa kita dididik dari kecil untuk PUNYA UANG?  Iya, kita bukan diberitahu orang tua untuk ‘sekolah dan bersenang-senang’, melainkan ‘sekolah supaya punya bekal masa depan’.  Sayangnya, ‘bekal’ yang dimaksud bukanlah kotak isi makanan yang sehat bergizi itu, melainkan ‘kemampuan bekerja’.  Atau sebut saja kompetensi. 
Kompetensi digunakan buat apa? Kerja! Kerja mengarah ke ‘menghasilkan’.  Menghasilkan uang.  UANG.  Nah, uangnya? Buat beli barang! Simpel banget kan hidup kita selama ini. Ikuti jalur, nanti punya uang. 

Tapi bayangkan ada tiga milyar orang jalur hidupnya sesederhana itu, semua berlomba-lomba punya uang dan barang yang bagus dan banyak.  Keren? Keren pasti di mata kita.  Cuma, keren nggak kalau melihat sudut rumah ditumpuki banyak barang mubazir? Nah, itu bagian paling ironis.  Nanti karena mubazir, benda-benda tersebut dibuang. 

Rumusnya gini:
uang = barang / barang – pemakaian = mubazir / benda mubazir = limbah / limbah = Bumi jadi korban //

Jadi tahu kan, ujungnya ke mana? :p Kalau kita bablas beli semua yang ingin kita miliki hanya dengan emosi, pertimbangan bahwa ‘saya kerja demi ini semua’, dan ‘demi gengsi’, kita sedang menggerus kesehatan Bumi kita.  Ya, karena kalau kita beli banyak, kita mendorong banyak perusahaan manufaktur besar untuk terus mencuci otak kita dengan produk-produknya yang massal dan sayangnya, kebanyakan yang massal kurang oke kualitasnya. :)
Kalau kurang oke kualitasnya, bukankah kita akan membuangnya karena kecewa? Atau kalau kasusnya, misalnya, makanan yang serba sintetis, bukankah itu tidak baik untuk kesehatan kita juga?

Terus gimana?
Keluar dari lingkaran materialisme yang besar memang bukan hal mudah.  Saya juga ketua penangkaran tapir, saya pun mendapat uang dari hasil menjual kerajinan tangan.  Kita memang sudah hidup sebagai pembeli-penjual-distributor.  Bukan masalah.  Itu cara kita hidup di abad ini.  Saya tidak menyuruh semua pedagang berhenti berusaha, dan tak akan menyetop segala perputaran ekonomi dunia. Itu terlalu ekstrim.

Tetapi, setidaknya, kita mulai dengan mengubah mental kita.  Kalau istilah Pak Jokowi, Revolusi Mental.  Coba dengan beres-beres di rumah sendiri dulu. Pilah benda-benda paling mubazir dan keluarkan itu dari rumah.  Kita akan punya lahan kosong di sana.  Begitu punya area tersebut, ubahlah pemikiran untuk mengisinya lagi dan lagi.  Nikmati kekosongan itu.  Atau kalau nggak tahan banget perlu ngisi, isi dengan tanaman! Serius. TANAMAN! Kaktus, kek, palem kek, bunga cantik, jamur, gitu.  Apa saja boleh.  Pokok jangan benda mubazir yang nanti dibuang lagi.  Itu jebakan Batman.  Itu bukan langkah keluar dari lingkaran.

Tahap selanjutnya, saya akan bahas mulai bulan ini secara berkala.  Seluruh rumah kalian akan diomongin satu persatu.  Mudah-mudahan menyelamatkan Bumi dan karena kita semua memang masih butuh uang, membuat roda finansial pribadi lebih stabil! :)

Jadi intinya, posting ini adalah intro untuk musim baru di Citraramya.  Obrolan tentang kosmetik masih akan ada.  Tapi karena saya sadar bahwa blog ini segmennya perempuan, mari kita sebagai kekuatan penggerak masyarakat, mulai membuat perubahan-perubahan kecil yang memperbaiki segalanya.  Kualitas hidup kita, sampai ke kancah masyarakat. 

Oh iya, dan saya bikin dalam Bahasa Indonesia supaya lebih seru. Ini juga revolusi mental.  Kalau membahas make up, saya mungkin tetap pakai Bahasa Inggris.  Tetapi, berhubung musim baru ini lumayan detail, lebih nyaman membaca Bahasa Ibu, kan? ;)

Sampai jumpa di posting berikutnya! :D 

2 komentar: